KE-NU-AN
Oleh : PAC IPNU Baureno Bojonegoro
Aswajaisme
Berbagai
literatur mencatat bahwa kelahiran Nahdlatul Ulama (dulu Nahdlatul Oelama = NO)
tidak lepas dari bentuk pembelaan terhadap ajaran Islam Ahlussunah Waljama'ah
yang telah berjalan sejak Islam masuk ke Indonesia. Islam yang dalam praktik
ibadah menggunakan pendekatan metode madzhab telah berjalan dalam suasana yang
kondusif, aman dan damai. Pendekatan madzhab ini mengisyaratkan bahwa untuk
melakukan ijtihad harus memenuhi persyaratan tertentu. Orang yang tidak mampu
memenuhi persyaratan maka dikategorikan kedalam taqlid. Masyarakat dengan
bimbingan para ulama pesantren menjalankan shalat Subuh berqunut, melakukan
ziarah kubur, mengadakan tahlil, selawatan, manakiban, khoul, doa tawasul dan
talqin mayit.
Praktik
ibadah yang dilakukan umat Islam Ahlusunnah Waljama'ah dibawah bimbingan para
kyai dan ulama pesantren ternyata mendapat kritikan adari kelompok yang
menganggap dirinya sebagai Pembaharu. Mereka menuding bahwa masyarakat telah
banyak melakukan khurafat dan bid'ah sehingga Islam tidak murni lagi. Mereka
merasa berkewajiban untuk memurnikan Islam kembali. Kelompok yang merasa
Pembaharu tersebut yaitu Muhammadiyah, Al-Irsyad dan Persis. Mereka menentang
keras ibadah yang dilakukan umat. Serangan kaum Reformis ini ditangkis oleh para
kyai/ulama pesantren.
Sementara
perkembangan politik di Saudi
Arabia mengalami perubahan yang luar biasa.
Sejak raja Ibnu Saud yang berpaham Wahabi berkuasa, timbul kekhawatiran dari
para kyai pesantren. Kekhawatiran para kyai pesantren sangat beralasan karena
paham Wahabi tidak jauh dengan paham yang dianut oleh para pembaharu di Indonesia.
KH. Wahab Hasbullah mohon kepada Central Comite Chilafat agar menekan Raja Saud
untuk memberi kebebasan bermadzhab di Saudi Arabia. Usulan kyai pesantren
merasa terpanggil untuk memperjuangkan tegaknya Islam Ahlusunnah Waljama'ah ini
tidak digubris. Para kyai pesantren merasa
terpanggil untuk memperjuangkan tegaknya Islam Ahlusunnah Waljama'ah di
Indonesia. Akhirnya para kyai membentuk sebuah komite yang dinamakan "Komite
hijaz". Komite inilah yang kemudian melayangkan surat permohonan agar raja Ibnu saud
memberikan kebebasan bermadzhab serta melestarikan tempat-tempat bersejarah
seperti kubur Nabi Muhammad SAW serta para sahabat. Ditengah kesibukan
menyukseskan tugas Komite Hijaz tersebut lahirlah jam'iyah Nahdlatul Ulama
tanggal 16 Rjab 1344 H bertepatan dengan 31 januari 1926 sebagai pihak yang
berhak mengirim delegasi. Elas sudah bahwa kelahiran NU didorong untuk
memperjuangkan Islam Ahlusunnah Waljama'ah di Indonesia. Statuten Nahdlatul
Oelama (AD/ART 1926) fatsal 2 dikatakan,
"Adapoen maksoed perkoempoelan ini jaitoe : Memegang dengan tegoeh pada
salah satoe dari madzhabnja Imam ampat ………
Mabadi Khaira
Umah
Konsep
Mabadi Khaira Umah muncul pertama kali pada konggres NU XIII tahun 1935. Mabadi
Khaira Umah sebenarnya sebuah gerakan moral yang harus dimiliki oleh warga NU
untuk melaksanakan amar makruf nahi munkar. Berdasarkan analisis para kyai
bahwa ketidakmampuan melaksanakan amar makruf nahi munkar dikarenakan lemahnya
posisi ekonomi umat. Upaya menggerakkan ekonomi umat maka harus diupayakan
semacam pembangunan karakter. Karakter cara berfikir, berucap dan bertindak
akan sangat menentukan keberhasilan tujuan NU.
Adapun
butir-butir Prinsip Khaira Umah yang harus diterapkan kepada Nahdiyin ada lima yang disebut
Al-Mabadi Al-Khomsah :
1.
As-Sidqu
yang menanamkan kejujuran, kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan. Referensi
pada Surat At-Taubah : 119, Al-baqarah : 77, Al-Ahzab : 23, maryam : 41 dan 56
dan Hadits Rasulullah SAW.
2.
Al-Amanah
wal Wafakbil ahdi menanamkan sikap dapat dipercaya, setia dan tepat janji.
Referensi Al-Qur'an pada An-Nisa : 58, 59, 83, Al-Maidah : 1, Al-Baqarah : 177
dan hadits-hadits Rasulullah SAW.
3.
Al-Adalah
menanamkan sikap objektif, proporsional dan taat asas. Referensi Al-Qur'an pada
An-Nisak : 58, An-nahl : 90, Al-Hujurat : 9 dan hadis-hadis Rasulullah SAW.
4.
At-Ta'awun
menanamkan sikap saling menolong, setia kawan dan gotong royong. Referensi
Al-Qur'an pada Hamim Sajdah : 30, As-Syura :15, An-nahl : 92 dan hadis
Rasulullah SAW.
5.
Istiqomah
menanamkan sikap ajeg-jejeg, berkesinambungan dan berkelanjutan. Referensi
Al-Qur'an pada Hamim Sajdah : 30, As-Syura : 15, An-Nahl : 92 dan hadis
Rasulullah SAW.
Selanjutnya
lima prinsip
ini diharapkan mampu membangun kekuatan NU sebagai jami'iyah bukan sekedar
jamaah. Kualitas warga harus benar-benar meningkat sehingga dapat menggerakkan
kekuatan ekonomi umat yang pada gilirannya akan memperkuat amar makruf nahi
munkar.
Khittah NU
Sejak
tahun 1955 sampai dengan tahun 1983, Nu kehilangan tujuan awalnya. NU tenggelam
dalam hingar bingar politik yang mengutamakan meraih kekuasaan. Padahal sejak
dilahirkan, NU berorientasi kepada amar makruf nahi munkar yang berjuang
melalui penegakan moral. Keasyikannya dalam berpolitik telah menyebabkan
berbagai program terbengkelai. NU semakin jauh dari jati dirinya. Muktamar NU
ke-26 di Semarang 1973 membawa NU ke bentuk jam'iyah, namun sayang hal itu
hanya terjadi pada tataran teoritis, sedangkan praktis operasional mengalami kemandekan.
Disatu sisi NU kembali ke jam'iyah, tetapi disisi lain masih berpolitik secara
institusi melalui PPP. Apalagi kepengurusannya masih banyak terjadi rangkap
jabatan.
Baru
tahun 1983 Munas Alim Ulama di Situbondo lebih tegas agar NU kembali Khittah 1926.
Selanjutnya kembali khittah menjadi keputusan penting pada Muktamar ke-27 di
Situbondo. Kali ini NU benar-benar ingin lebih memfokuskan gerakan amar makruf
nahi munkar. Secara kelembagaan, NU tidak lagi berpolitik praktis. Hak
berpolitik sepenuhnya diserahkan kepada warga. NU sendiri secara institusi
hanya bersentuhan dengan politik kebangsaan.
Khittah
secara sederhana dapat dipahami sebagai landasan berfikir, bersikap dan
bertindak warga NU yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perorangan maupun kelembagaan
dalam setiap proses pengambilan keputusan. Dasar-dasar keagamaan yang tetap
dilaksanakan bahwa sumber ajaran Islam : Al-Qur'an, As-Sunah, Al-ijmak,
Al-Qiyas. Pemahaman ajaran Islam menggunakan pendekatan metode madzhab. Bidang
Aqidah mengikuti Imam Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Bidang
Fiqih mengikuti salah satu madzhab Empat dan bidang tasawuf mengikuti Imam
Junaidi Al-Baghdadi serta Imam Gozali.
Khittah
berusaha membentuk masyarakat yang memiliki karakter :
1.
Tawasut
dan Iktidal yaitu sikap adil dan tegak lurus ditengah kehidupan beragama. Sikap
ini menolak sifat tatoruf (ekstrim).
2.
tasamuh
yaitu sikap toleran terhadap berbagai pandangan, baik dalam masalah keagamaan,
kemasyarakatan dan kebudayaan.
3.
Sikap
Tawazun yaitu sikap menyeimbangkan khidmah kepada Allah dan kepada sesama
makhluk. Menyelaraskan kepentingan masalalu, masa kini dan masa datang.
4.
Amar
makruf nahi munkar yaitu sikap kepekaan untuk mendorong beramal baik dan
menolak beramal buruk.
Dasar
keagamaan dan sikap kemasyarakatan tersebut diatas diharapkan dapat membentuk
prilaku umat sebagai berikut :
a.
Menjunjung
tinggi nilai-nilai ajaran agama Islam.
b.
Mendahulukan
kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.
c.
Menjunjung
tinggi sifat keikhlasan, pengabdian dan perjuangan.
d.
Menjunjung
tinggi persaudaraan, persatuan dan kasih sayang.
e.
Meluhurkan
kemuliaan akhlak, kejujuran dalam berfikir, bersikap dan bertindak.
f.
Menjunjung
tinggi loyalitas kepada agama, bangsa dan negara.
g.
Menjunjung
tinggi nilai kerja dan prestasi sebagai ibadah.
h.
Menjunjung
tinggi ilmu pengetahuan.
i.
Selalu
siap menyesuaikan diri dengan perubahan yang membawa manfaat.
j.
Menjunjung
tinggi kepeloporan demi mempercepat laju masyarakat.
k.
Menunjung
tinggi kebersamaan ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konsekuensi
pemulihan khittah membawa perubahan yang signifikan terhadap kebijakan
Nahdlatul Ulama. Dibidang organisasi ditegaskan bahwan Pengurus NU disemua
tingkatan adalah Pengurus Syuriyah. Pengurus Syuriah pengendali, pemimpin dan
pengelola NU. Syuriyah berhak menegur dan memberhentikan Pengurus Tanfidziyah.
Konsekuensi
NU terhadap Pancasila sebagai dasar negara bahwa NU menganggap hal itu sudah
tuntas sejak diterapkannya UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945. Pancasila sebagai
dasar negara tidak bertentangan dengan agama Islam. Oleh karena itu, jangan
dipertentangkan.
Sedangkan
hubungan NU dengan politik bahwasanya hak berpolitik adalah salahsatu hak asasi
warga negara termasuk didalamnya warga NU. Namun NU bukanlah wadah kegiatan
politik praktis. Penggunaan hak berpolitik NU diserahkan kepada individu warga
NU sesuai dengan NU menghargai hak politik warganya. NU secara kelembagaan
tidak terkait dengan kekuatan politik manapun. Muktamar NU ke-31 di Boyolali
dibebaskan untuk menentukan hak politiknya sesuai hati nurani.
Upaya
agar khittah dapat berjalan dengan baik maka dikeluarkan Peraturan PBNU Nomor :
015/A.II.04d/III/2005 tentang larangan perangkapan jabatan di lingkungan NU,
larangan perangkapan jabatan dengan partai politik dan larangan perangkapan
jabatan dengan jabatan politik (presiden, wapres, menteri, gubernur, wagub,
bupati, wabup, walikota, wawalkot, anggota DPR/DPRD, anggota DPD). Surat Edaran Petunjuk
Pilkada Nomor : 115/A.II.03/5/2005 bahwa Rois Syuriyah dan Ketua Tanfidziyah
PWNU/PCNU mutlak tidak diperbolehkan mencalonkan diri dalam proses Pilkada.
Pengurus lain jika mencalonkan diri harus non aktif. Dalam Kesepakatan Bersama
PCNU se-Jawa Tengah disebutkan antara lain bahwa NU tidak dalam kepasitasnya
untuk mencalonkan, memberi dukungan, menjadi tim sukses dan menolak pencalonan
seseorang untuk menjadi Bupati, Wabup, Walikota dan Wawalkot.
Analisis NU
Khittah
1926 telah membawa perubahan yang mendasar bagi jam'iyah NU. Orientasi NU yang
semula ke politik praktis berubah kearah gerakan kultural dan moral. Pada
awalnya tidaklah mudah membawa umat ke pemikiran khittah walaupun niat awal
berdirinya NU merupakan gerakan moral. Persoalannya NU sudah terlalu lama
berkubang dalam dunia politik. Paling tidak sejak tahun 1955 sampai dengan 1983
selalu berurusan dengan politik praktis.
Sikap
politik NU yang menyatakan tidak terkait dengan kekuatan sosial politik
manapun. Hak politik sepenuhnya diserahkan kepada warga dan perlindungan
terhadap perbedaan aspirasi politik bagi warga NU telah membawa perubahan yang
luar biasa. Warga NU yang semula dikenal selalu menunggu komando dalam soal
politik, sudah mulai mengambil sikap. Tidak mustahil jika terjadi seorang
santri berbedaaspirasi politik dengan kyainya. Keputusan politik yang diambil
kyai tidak lagi sepenuhnya diikuti warganya. Warga Nu mulai terbiasa dengan
perbedaan aspirasi politik.
Warga
NU akhirnya menyebar kemana-mana, tidak hanya terkonsentrasi dalam satu
kekuatan politik saja. Hal ini sangat menguntungkan bagi kiprah Nu sehingga
nilai-nilai islam Aswaja dapat ditebarkan dimana-mana. PNS yang pernah
diharamkan karena penguasaannya berbeda politik kini sudah menjadi halal.
Bantuan pemerintah yang dulu sering ditolaknya, sekarang malah dicari dengan
berbagai proposal.
Proses
pemantapan ke khittah ini memang telah terjadi bentrok semulus yang
dibayangkan. Awal Khittah dicanangkan telah terjadi bentrok kepentingan antara
warga NU yang berada di PPP dengan warga NU di Golkar dan partai lain. Bentrok
warga NU mendukung PKB dan pendukung PPP. Kejadian tersebut proses pendewasaan
untuk menghormati perbedaan aspirasi. Pemilu 2004, Pipres dan Pilkada
menunjukkan sikap warga NU semakin dewasa dan dapat menerima kenyataan
perbedaan yang terjadi. Prebedaan aspirasi tidak lagi menjadi masalah yang
harus dipertentangkan. Warga semakin cerdas dalam menentukan sikap. Namun
demikian kedepan aspirasi warga NU agar benar-benar diarahkan untuk kepentingan
warga NU sendiri. Jangan sampai NU hanya dijadikan tunggangan yang
ujung-ujungnya ditinggalkan.